PROGRAM BINA INSAN

PERKONGSIAN SEJARAH SITI HAJAR DAN AIR ZAM ZAM

TARIKH: 28 APRIL 2016
HARI: KHAMIS
MASA: 7.20 - .8.00 PAGI




Nabi Ibrahim sangat lembut hati lagi penyantun. Ia senantiasa menyempurnakan janji, taat pada Allah, dan istiqamah. Ia sangat beradab dengan adab yang diajarkan Allah kepadanya, hal ini tercermin saat beliau memohon dan berdoa kepada Allah.
Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Hajar sahaya yang dipilih Sarah untuk Nabi Ibrahim hamil dan melahirkan anak bernama Ismail. Sebagai seorang isteri, hati siapa yang tak cemburu? Begitulah yang dialami Sarah ketika melihat hadirnya Ismail di tengah keluarganya.
Siti Hajar tahu kecemburuan Sarah. Bagaimanapun, ia tak ingin menyakiti Sarah yang telah begitu baik padanya. Hajar pun tahu situasi seperti ini tak baik untuk pertumbuhan anaknya. Akhirnya, Allah memberi putusan bagi Hajar untuk berhijrah kerana Allah Maha tahu yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membawa Ismail dan Siti Hajar.
Saat hendak berangkat, Hajar mengenakan ikat pinggang guna mengikat pakaiannya agar terjuntai ke tanah untuk menutupi jejak kakinya. Tujuannya adalah agar tidak diketahui Sarah. Hajar adalah wanita pertama yang membuat ikat pinggang. Nabi Ibrahim membawa isteri dan anaknya yang masih menyusu itu dan menempatkan keduanya di dekat Baitullah di sisi pohon dauhah―pada bahagian atas sumur Zamzam dan Masjidil Haram menurut perkiraan sekarang.
Dengan berbekal tempat makanan berisi kurma dan tempat minum berisi air, Ibrahim meninggalkan keduanya. Siti Hajar mengikutinya dan bertanya, “Hendak ke manakah, wahai Ibrahim? Engkau meninggalkan kami di lembah yang tiada teman atau apa pun?”
Hajar mengulang pertanyaannya beberapa kali. Saat dilihatnya Ibrahim hanya diam, segera ia tersadar. “Apakah Allah yang menyuruhmu berbuat demikian?” tanyanya dengan kecerdasan luar biasa.
“Benar,” jawab Ibrahim.
“Jika demikian, maka Allah tak akan menelantarkan kami.” Kemudian Hajar kembali ke tempat semula, sedangkan Ibrahim melanjutkan perjalanannya.
Nabi Ibrahim AS, bukanlah pergi atas kemahuannya sendiri. Semua itu adalah atas perintah Allah. Dengan berat hati ia melanjutkan perjalanan sampai ke Tsaniah, di mana isteri dan anaknya tak lagi dapat melihatnya. Bagaimanakah hati seorang ayah? Baru saja merasa senang kerana mendapat seorang anak, sudah harus berpisah.
Ayah yang begitu penyayang itu tentulah sedih. Namun, Nabi Ibrahim yakin Allah menginginkan yang terbaik untuk hamba-Nya. Nabi Ibrahim menghadapkan wajahnya ke Baitullah seraya mengangkat kedua tangannya dan berdoa, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak memiliki pepohonan, yaitu di sisi rumah-Mu yang suci. Mudah-mudahan mereka berterima kasih.”
Sementara itu, Siti Hajar menyusui Ismail kecil dan minum dari tempat bekalannya. Setelah air itu habis, ia kehausan. Demikian pula anaknya. Siti Hajar memerhatikan anaknya yang berguling-guling kehausan. Dengan penuh cinta, ia beranjak pergi mendaki Bukit Shafa. Ia berharap ada orang yang akan menolongnya atau menemukan lokasi air. Ketika tak menemui apa yang dicarinya, ia menaiki Bukit Marwah. Terus-menerus seperti itu sebanyak tujuh kali, sampai datanglah pertolongan Allah. Tiba-tiba air keluar dari bawah kaki Ismail kecil yang menangis karena kehausan.
Hajar takjub dan berkata, ”Zamzam, zamzam. Berkumpul-berkumpul.” Ia segera membuat kolam kecil agar air Zamzam tak kemana-mana.
Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW, bersabda, “Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada bonda Ismail, Siti Hajar. Jika ia membiarkan Zamzam atau jika ia tidak membuat kolam, nescaya Zamzam menjadi mata air yang mengalir.”
Siti Hajar minum lalu menyusui anaknya. Dengan limpahan kurnia berupa air yang diberikan Allah kepadanya, banyak manusia singgah dan menetap di sana hingga ramailah tempat itu. Peristiwa mendaki Bukit Shafa dan Bukit Marwah diabadikan Allah sebagai salah satu rukun haji dan umrah. Tujuannya adalah agar kita yakin bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan kita jika kita senantiasa patuh dan berusaha semaksima mungkin dalam kehidupan ini, termasuk dalam berjuang untuk anak-anak kita.
Siti Hajar mengerti Allah sangat menyayanginya. Ia yakin Allah akan selalu menolongnya. Allah Yang Maha Membalas kebaikan hamba-hamba-Nya mengabadikan namanya sampai sekarang. Siti Hajar tetap dikenang orang sampai sekarang.

Subhanallah.

Comments